Profil Desa Wadas

Ketahui informasi secara rinci Desa Wadas mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Wadas

Tentang Kami

Profil Desa Wadas, Bener, Purworejo. Mengungkap potensi agraris, perkebunan, dan kearifan lokal, serta mengupas tuntas perjuangan warga dalam mempertahankan ruang hidup dari rencana penambangan batu andesit untuk Proyek Strategis Nasional.

  • Lumbung Agraris yang Subur

    Desa Wadas merupakan wilayah agraris yang sangat produktif dengan sistem pertanian tumpang sari, menghasilkan komoditas unggulan seperti cengkeh, kopi, durian, dan kapulaga yang menjadi sumber utama kehidupan.

  • Perjuangan Mempertahankan Ruang Hidup

    Desa ini menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap rencana penambangan batu andesit untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, yang didasari oleh kekhawatiran akan kerusakan lingkungan dan hilangnya sumber penghidupan.

  • Kekuatan Kearifan Lokal dan Solidaritas

    Perjuangan warga Wadas dilandasi oleh ikatan solidaritas komunal yang kuat dan kearifan lokal dalam memandang alam (tanah, air, dan tanaman) bukan sebagai komoditas, melainkan sebagai sumber kehidupan yang harus dijaga.

XM Broker

Desa Wadas, sebuah desa yang terhampar di perbukitan subur Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi sorotan nasional. Nama desa ini tidak hanya identik dengan hasil buminya yang melimpah, seperti cengkeh, kopi dan durian, tetapi juga telah menjadi simbol perlawanan gigih masyarakat dalam mempertahankan tanah dan ruang hidup mereka. Di tengah ketenangan alamnya yang produktif, Wadas menyimpan narasi perjuangan kolektif melawan rencana penambangan batu andesit untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener. Kisah Desa Wadas ialah potret dilematis antara agenda pembangunan nasional dan hak masyarakat atas tanah, air, dan masa depan agraria mereka.

Geografi dan Demografi

Secara geografis, Desa Wadas terletak di kawasan perbukitan dengan topografi yang bergelombang, di mana tanahnya sangat subur dan kaya akan sumber mata air. Kondisi ini menjadikan Wadas sebagai surga agraris. Menurut data resmi, luas wilayah Desa Wadas yaitu sekitar 4,45 kilometer persegi. Sebagian besar lahan ini merupakan perkebunan rakyat yang dikelola dengan sistem tumpang sari, sebuah model pertanian yang arif dan berkelanjutan.Adapun batas-batas administratif Desa Wadas ialah:

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Gadingrejo

  • Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bener

  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sendangsari

  • Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Wonosobo

Berdasarkan data kependudukan terakhir, Desa Wadas dihuni oleh sekitar 3.100 jiwa. Mayoritas mutlak penduduknya menggantungkan hidupnya dari hasil bumi. Bagi mereka, tanah bukan sekadar aset ekonomi, melainkan sumber kehidupan, identitas, dan warisan leluhur yang tak ternilai harganya.

Potensi Ekonomi Agraris yang Melimpah

Sebelum dikenal karena konfliknya, Desa Wadas merupakan potret desa agraris yang makmur dan mandiri. Perekonomian desa ini bertumpu pada hasil perkebunan yang beragam. Komoditas utama yang menjadi andalan ialah cengkeh, yang menjadi sumber pendapatan tahunan terbesar bagi warga. Selain itu, kopi robusta, lada (merica), dan kapulaga juga menjadi komoditas penting yang memberikan pendapatan rutin.Desa ini juga dikenal sebagai penghasil buah-buahan unggulan, terutama durian dan manggis. Sistem pertanian tumpang sari yang diterapkan petani memungkinkan mereka untuk menanam berbagai jenis tanaman dalam satu lahan, mulai dari tanaman keras (kayu sengon, mahoni), tanaman buah, tanaman rempah, hingga tanaman umbi-umbian. Model ini tidak hanya memaksimalkan produktivitas lahan, tetapi juga berfungsi sebagai benteng alami untuk mencegah erosi dan menjaga kelestarian mata air."Bagi kami, kebun adalah segalanya. Ia adalah pasar, apotek, dan sekolah bagi anak-anak kami. Semua kebutuhan hidup berasal dari sana. Kehilangan kebun berarti kehilangan segalanya," ungkap seorang petani Wadas.

Perjuangan Wadas: Menolak Tambang di Tanah Surga

Kehidupan tenang masyarakat Wadas mulai terusik ketika pemerintah menetapkan wilayah desa mereka sebagai lokasi penambangan (kuari) batu andesit untuk material pembangunan Bendungan Bener, yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional. Rencana ini sontak menimbulkan penolakan dari sebagian besar warga yang khawatir bahwa aktivitas penambangan akan merusak lingkungan secara masif, menghilangkan puluhan sumber mata air, dan melenyapkan kebun-kebun yang menjadi satu-satunya sumber penghidupan mereka.Penolakan ini diorganisir melalui wadah Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa). Melalui Gempadewa, warga menyuarakan aspirasi mereka, melakukan aksi-aksi damai, dan menempuh jalur hukum untuk membatalkan izin penambangan. Perjuangan mereka tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga spiritual dan kultural. Warga seringkali menggelar doa bersama (istighosah) dan ritual-ritual adat di lahan-lahan yang terancam, menunjukkan ikatan batin yang kuat antara mereka dengan tanahnya.Perjuangan warga Wadas mendapatkan simpati dan solidaritas luas dari berbagai elemen masyarakat sipil, mulai dari aktivis lingkungan, mahasiswa, akademisi, hingga seniman, baik di tingkat nasional maupun internasional. Kisah mereka menjadi studi kasus penting mengenai konflik agraria dan dampak proyek pembangunan terhadap masyarakat lokal di era modern.

Kehidupan Sosial dan Solidaritas Komunal

Konflik yang berkepanjangan justru semakin memperkuat ikatan solidaritas di antara warga yang menolak tambang. Semangat gotong royong dan Jogo Wadas (Menjaga Wadas) menjadi perekat sosial yang luar biasa. Warga saling membantu, saling menguatkan, dan berbagi sumber daya untuk menjaga semangat perlawanan tetap menyala.Di tengah tekanan yang ada, warga tetap berusaha menjalankan kehidupan normal. Anak-anak tetap bersekolah, kegiatan keagamaan tetap berjalan, dan pasar desa tetap menjadi pusat interaksi sosial. Solidaritas ini menjadi modal sosial terbesar yang dimiliki Desa Wadas dalam menghadapi tantangan yang ada.Infrastruktur di Desa Wadas, seperti desa-desa perbukitan lainnya, menghadapi tantangan aksesibilitas. Namun warga secara swadaya dan gotong royong kerap memperbaiki jalan-jalan yang rusak untuk memastikan aktivitas ekonomi mereka tetap berjalan.

Prospek dan Tantangan Masa Depan

Masa depan Desa Wadas berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada potensi besar untuk terus berkembang sebagai desa agraris yang makmur dan berkelanjutan. Dengan kekayaan hasil buminya, Wadas berpotensi menjadi pusat agrowisata yang menawarkan pengalaman otentik tentang kearifan lokal dalam bertani. Pengolahan hasil panen menjadi produk UMKM bernilai tambah tinggi juga merupakan peluang yang sangat terbuka.Di sisi lain, bayang-bayang rencana penambangan masih menjadi tantangan utama. Ketidakpastian hukum dan kebijakan menjadi beban psikologis dan sosial bagi warga. Tantangan ke depan ialah bagaimana menemukan solusi yang adil dan berpihak pada kelestarian lingkungan serta hak-hak masyarakat lokal.Apapun hasil akhirnya, perjuangan warga Wadas telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia tentang pentingnya pembangunan yang partisipatif, berkeadilan, dan menghormati alam serta kearifan lokal. Wadas telah membuktikan bahwa dari sebuah desa kecil di perbukitan, dapat lahir sebuah perlawanan yang menginspirasi dan menggugah kesadaran banyak orang.